Ibnu Sina (Bapak Ilmu Kedokteran)
Ibnu Sina dikenal juga sebagai Avicenna (istilah Latin) adalah orang yang berpengaruh dalam ilmu kedokteran dunia. Selain itu, pria kelahiran Bukhara (kini Uzbekistan) ini juga dikenal sebagai ilmuwan, filsuf, dan sastrawan.Ibnu Sina dikenal juga sebagai Avicenna (istilah Latin) adalah orang yang berpengaruh dalam ilmu kedokteran dunia. Selain itu, pria kelahiran Bukhara (kini Uzbekistan) ini juga dikenal sebagai ilmuwan, filsuf, dan sastrawan.
Bernama lengkap Abu Ali Al-Husein Ibnu Abdullah Ibnu Sina, pria ini menguasai berbagai ranah pengetahuan. Di antaranya ilmu geometri, logika, fisika, teologi, hukum agama Islam, hingga ilmu kedokteran.
Salah satu karya Ibnu Sina yang terkenal dan digunakan sebagai acuan dunia kedokteran adalah The Canon of Medicine. Di dalamnya berisi prinsip umum kedokteran, obat-obatan, penyakit organ dan bagian tubuh tertentu manusia, dan masih banyak lagi.
Karya-Karya Ibnu Sina Dalam Ilmu kedokteran:
Pada usia 21 tahun, Ibnu Sina memulai karier penulisannya.Dalam dunia kedokteran, The Canon of Medicine berperan penting. Oleh sebab itu, karya Ibnu Sina ini dicetak dalam bahasa Latin mulai abad ke-12. The New World Encyclopedia menyebut fakta tentang karya Canon yang digunakan sebagai teks utama mahasiswa kedokteran Eropa.
Penggunaan tulisan Ibnu Sina ini terus berlanjut selama beberapa abad di sana. Tentunya, dasar-dasar kedokteran yang diajarkan olehnya bertahan hingga saat ini. Dengan adanya karya tersebut, maka ilmu kedokteran baru bisa berkembang seperti keadaan yang terlihat sekarang.
Selain menggambarkan penyakit tubuh secara rinci, Ibnu Sina ternyata juga tertarik pada pengaruh pikiran. Maksudnya, kala itu ia juga sempat mempunyai konsep tentang pikiran yang bisa memberikan efek kepada tubuh manusia.
Wafatnya:
Ibnu Sina menghembuskan nafas terakhirnya pada 428 Hijriah atau 1037 Masehi. Kemudian, ia dikebumikan di Kota Hamadan, tenggara Teheran, Iran. Tepat pada 1950, makam tokoh ini diabadikan menjadi museum.
Selain museum tersebut, juga ada museum yang diabadikan untuk Ibnu Sina. Tempat bersejarah itu dibangun di Bukhara. Di dalamnya terdapat dokumentasi tulisan-tulisan, alat-alat bedah masa lalu, hingga lukisan pasien yang sedang diobati Ibnu Sina.
Ibnu Firnas Sang penemu Pesawat Terbang
Leonardo da Vinci ternyata bukan ilmuwan pertama memikirkan cara manusia bisa terbang. Jauh sebelumnya, ada sosok lain yang telah muncul dengan ide gilanya: Abbas Ibn Firnas, ilmuwan muslim yang di dunia Barat dikenal dengan nama Armen Firman.
Abbas Ibn Firnas hidup pada abad ke-9 Masehi atau 600 tahun lebih dulu sebelum periode Leonardo da Vinci yang lahir di Italia pada 15 April 1452. Kelak, Leonardo Da Vinci terinspirasi gagasan Abbas Ibn Firnas saat merancang pembuatan sekrup udara (giroskop udara).
Sejarah singkat Tentang Ibnu Firnas
Abbas Ibn Firnas diperkirakan lahir tahun 810 M di Izn-Rand Onda, Andalusia. Ia hidup pada masa keemasan peradaban Islam di bawah pemerintahan Kekhalifahan Córdoba yang berpusat di Al-Andalus atau Andalusia (bagian dari Spanyol sekarang).
abad ke-9 M, Islam berjaya di Eropa maupun Asia dengan segala kemajuannya di berbagai bidang, termasuk dalam hal sains. Cordoba di Spanyol dan Baghdad di Irak adalah pusat kebudayaan Islam kembar dunia.
Kemajuan seni dan sains Islam ini membentuk Abbas Ibn Firnas menjadi seorang penyair sekaligus ahli matematika, físika, kimia, dan teknik. Terbukti, Abbas pernah membuat jam air bernama Al-Maqata dan kaca berbahan pasir.
Penemuan Dan Karya Ibnu Firnas
Salah satu penemuan Abbas Ibn Firnas yang diakui oleh dunia Barat adalah sekrup udara (giroskop udara) sebagai alat uji coba untuk terbang. Akan tetapi, penemuan terkait hal ini tidak berjalan mudah. Abbas Ibn Firnas harus melalui berbagai tahap sehingga dapat terbang di udara layaknya seekor burung.
Penemuan ini dimulai dengan percobaan gila Abbas Ibn Firnas yang mendambakan manusia bisa terbang. Ia melompat dari menara Masjid Agung Cordoba pada 852 M.
“Tahun 852, ia (Abbas Ibn Firnas) melompat dari menara masjid dengan jubah besar. Beberapa orang menganggapnya sebagai parasut pertama," tulis John
Hill dalam buku VibrantAndalusia: The Spice of Life in Southern Spain (2007) karya Ana Ruiz.
Tidak berhenti sampai di situ, Abbas Ibn Firnas kemudian membuat “mesin” terbang layaknya sayap burung dari kerangka kayu (glider). Alat ini dibuatnya berdasarkan pengamatan terhadap burung-burung.
"Pada 875, ketika berumur 65 tahun, Abbas Ibn Firnas lepas landas dari sebuah bukit kecil dekat Cordoba dengan mengendalikan secara sederhana glider bersayap yang melayang beberapa ratus meter sebelum berbalik ke tempat peluncurannya untuk mendarat di mana kemudian ia terjungkal," urai John Hill.
Referensi lain menyebutkan, Abbas Ibn Firnas melakukan percobaan penerbangan keduanya itu pada umur 70 tahun. Mesin yang ia gunakan disebut terbuat dari sutera dan bulu elang.
Percobaan penerbangan kedua Abbas Ibn Firnas mengalami peningkatan, namun ia terjungkal ketika akan melakukan pendaratan. Abbas Ibn Firnas sadar bila dirinya melupakan hal penting dari seekor burung, yakni ekor.
Penambahan ekor ini membuat Abbas Ibn Firnas lebih mudah mengendalikan glider terbangnya sekaligus saat pendaratan. Abbas Ibn Firnas juga memperbaiki bentuk parasutnya sehingga dapat mengurangi kecepatan jatuh.
Penemuan Abbas ini yang nantinya menyebar jauh ke masa-masa berikutnya, termasuk menginspirasi Leonardo da Vinci. Nantinya, Orville Wright dan Wilbur Wright atau Wright Bersaudara berhasil menerbangkan pesawat untuk pertama kalinya pada 1903 di Amerika Serikat.
Wafatnya Ibnu Firnas
Abbas Ibnu Firnas meninggal dunia tahun 887 Masehi. Sumbangsih, karya, dan penemuannya menjadi salah satu bukti bahwa Islam pernah menghasilkan tokoh-tokoh jenius yang turut mempengaruhi perjalanan peradaban dunia.
Top comments (0)