DEV Community

Perangkat Guru
Perangkat Guru

Posted on

Kurikulum, Pengajaran, Dan Peradaban

Kurikulum, Pengajaran, Dan Peradaban

Pengajaran ialah jalan paling indah untuk membuat peradaban. Berkenaan dengan hal tersebut, kurikulum jadi rambu-rambu yang bakal menolong dan mempermudah kita capai arah. Sebenarnya kurikulum itu simpel. Dia berisi apa yang bakal kita kerjakan supaya peserta didik yang semula tidak paham jadi tahu, tidak dapat jadi bisa, malas jadi rajin, ceroboh jadi disiplin, egois jadi perduli, destruktif jadi bernilai, tidak literat jadi literat, dan sebagainya. Karena itu, kurikulum yang direncanakan harus siap memperhitungkan keperluan mereka, baik keperluan saat dia belajar atau keperluan di periode tiba.

�Kurikulum dilihat sebagai jantung pengajaran, seperti hal jantung dalam diri manusia, saat jantung memiliki masalah, karena itu hidup kita akan memiliki masalah.�

Sebagai rambu-rambu, kedatangan kurikulum membuat materi pelajaran yang semula susah jadi gampang diberikan, gampang didalami oleh pelajar, dan terarah perolehanya oleh tiap pelajar. Itu sebenarnya kurikulum. Dalam kerangka itu juga, kurikulum bukan sekedar daftar materi pelajaran yang bakal dipindah ke diri anak, tetapi sebuah perancangan atau skenario yang memberi ruangan yang selebar-luasnya ke tiap anak untuk meningkatkan kekuatan yang telah ada pada diri mereka. Kekuatan itu bawaan semenjak lahir, dan seluruh orang (tanpa terkecuali) memiliki. Oleh karenanya, kenapa warga sering menyalahkan jika kurikulum malah memperberat untuk anak, apanya yang membuat berat?

Mungkin kita perlu membahas lebih dalam. Yang pasti sejauh ini pengajaran di negeri kita telah lama terjebak dalam pola transfer of knowledge. Ciri-cirinya, pelajar diposisikan sebagai customer, sekalinya sekolah mengaplikasikan belajar aktif (active learning) tetapi status anak masih sebagai eksekutor perintah, bukan pencetus. Di sekolah belajar pada pagi sampai siang, bahkan sore, di dalam rumah kerjakan pekerjaan atau PR sampai tengah malam. Semua mata pelajaran berlomba memberi pekerjaan. Beberapa cara ini sudah merebut dunia anak, dan itu terhitung sisi dari impelemented curriculum atau taught curriculum.

Bila kita balik ke akar kata pengajaran �educare� yang memiliki arti keluarkan dan membimbing, karena itu pengajaran pada dasarnya ialah usaha membimbing supaya kekuatan yang bersemayam pada diri peserta didik keluar dan berkembang jadi kapabilitas. Dengan begitu, arti pengajaran ialah memberi servis ke tiap anak (tanpa persyaratan apa saja) supaya kemampuan-kekuatan yang terselinap pada diri tiap anak bisa �dikeluarkan�, ditingkatkan, dan diperbedayakan hingga anak jadi makin siap, kuat, dan masak dalam hadapi masalah kehidupan. Proses pematangan itu berjalan tanpa interval, dia berkembang searah dengan pengalaman yang dilewati. Tiap babak berjalan bersamaan dengan napas dan kehadirannya sebagai manusia, tiap perubahan langsung digunakan di kehidupan.

Melihat ke belakang, istilah �kurikulum� dipakai dalam dunia pengajaran sesudah dikenalkan oleh John Franklin Bobbit ( ). Bobbit mengistilahkan kurikulum sebagai �a way to prepare students for their future roles in the new industrial society�. Dalam kerangka ini, kurikulum sebuah perjalanan manusia ke arah kedewasaan, yakni manusia yang sanggup berperanan aktif selamatkan kehidupan dianya dan warga. Kritikan pada penglihatan Bobbit tiba saat dalam pengerjaannya kurikulum diartikan sebagai �lintasan picu� (race-course), inti trek picu ialah sediakan satu lajur untuk semuanya peserta picuan, laga akan bersambung untuk yang menang dan stop untuk yang kalah. Keadaan ini terjadi dalam dunia pengajaran sampai sekarang ini. Kurikulum dan pengajaran seakan cuman memihak ke anak yang sukses dan ramah cuman ke mereka yang "menang" (baca: juara), untuk yang kalah atau tidak berhasil, harus melunasinya dengan tinggal di kelas yang serupa, atau berpindah ke sekolah yang kualitasnya lebih rendah. Pengajaran jadi tidak ramah dan tidak berteman ke mereka yang tidak berhasil. Kita kelihatannya benar-benar mahfum jika tindakan itu yang dipandang patut buat mereka. Pertimbangan ini dipandang lumrah meskipun sebenarnya ini memungkiri arti pengajaran tersebut. Kurikulum seyogyanya melepaskan anak dari belenggu trek picu ini.

Keadaan semacam itu terus berjalan seakan tidak dipengaruhi oleh pesatnya perubahan ilmu dan pengetahuan mengenai kurikulum yang pada dasarnya ialah bagaimana kita memberi servis terbaik ke tiap masyarakat negara. Kurikulum dilihat sebagai jantung pengajaran, seperti hal jantung dalam diri manusia, saat jantung memiliki masalah, karena itu hidup kita akan memiliki masalah. Bila penerapan kurikulum masih seperti pemahaman �lintasan picu�, karena itu pengajaran akan alami sesak napas, dan mati pelan-pelan. Apa lagi bila kurikulum itu terus �digoyang� hingga terjadi gonjang-ganjing tanpa kita ketahui di mana sumber atau akar masalahnya.

Pengalaman kita, sejauh riwayat penyempurnaan kurikulum di negeri ini, selalu diwarnai oleh pergolakan, dan yang memprihatinkan ialah pergolakan yang ada malah menaklukkan gagasan kurikulum tersebut. Apa sebenarnya yang terjadi? Bila kurikulum itu dilihat salah, silahkan kita benahi yang mana salah itu. Bila semua dipandang salah, silahkan kita tukar sama yang baru, tidak ada yang penting diresahkan karena menukar suatu hal yang keliru sama yang betul, atau buruk jadi lebih baik tidak memunculkan kegelisahan, tinggal bagaimana kita menerangkan ke warga, khususnya guru, orangtua, dan pelajar.

Lalu kenapa pengubahan kurikulum kerap memunculkan pergolakan? Rupanya kurikulum itu tidak sesimpel sama seperti yang dipastikan pada kalimat pembuka tulisan ini. Dalam cakupan nasional, kurikulum bukan hanya tersangkut masalah content atau intisari pada tingkat micro. Kurikulum benar-benar memberi warna konstruksi satu warga yang mengikutsertakan banyak kebutuhan. �Kurikulum terkait dengan rekanan�relasi social bermacam agen yang turut serta dan memiliki kepentingan ada berada di belakangnya. Kurikulum terkait dengan kebutuhan politik penguasa, kurikulum memiliki kepentingan dengan rekanan di antara negara dengan sekolah (lewat representasi guru dan siswa), atau rekanan sosial di antara sekolah dengan warga. Bahkan juga rekanan dengan pasar atau modal benar-benar berpengaruh� (Hidayat, 2011:85). Dan yang membuat keadaan makin susah ialah saat kurikulum berkaitan dengan kebutuhan usaha, khususnya usaha perbukuan dan fasilitas yang lain.

Terkait dengan semuanya, sekarang ini ialah saat-saat yang terbaik untuk kita untuk bertindak riil sebagai hasil refleksi yang dalam mengenai ini supaya pengubahan-perubahan peraturan kurikulum tidak memunculkan kegelisahan dalam masyarakat. Silahkan kita hentikan bermacam masalah, siapa saja sebagai aktor khusus dalam perancangan dan pembaruan kurikulum tidak demikian penting, dan pengubahan atau pembaruan kurikulum ialah suatu hal yang lumrah karena kurikulum menempel pada kehidupan manusia yang paling aktif, yang paling penting ialah kerjasama seluruh pihak dalam memberi servis terbaik untuk tiap peserta didik.

Silahkan kita lakukan apa yang dapat kita lakukan, dan meninggalkan apa yang semestinya ditinggal. Apa saja keadaannya, kurikulum itu tidak pernah habis dan kemampuan kurikulum bukan berada pada �kesempurnaannya�, tetapi pada kehebatan tangan-tangan dingin beberapa pengajar dan beberapa orang yang berada di belakangnya. Bila beberapa pengajar mendapati kesalahan dalam document kurikulum,langsung diperbarui, tidak boleh mengajar suatu hal yang keliru, jika itu dipandang salah. Perlu kita ketahui jika sebuah document kurikulum akan selekasnya kedaluwarsa demikian dia diputuskan karena dia selekasnya �ditinggalkan� oleh perkembangan yang terjadi dalam bermacam faktor kehidupan yang tetap berjalan. Pengubahan dalam tiap faktor kehidupan tak pernah ingin menanti sampai kurikulum usai diputuskan.

�Jika kurikulum itu dilihat salah, silahkan kita benahi yang mana salah itu. Bila semua dipandang salah, silahkan kita tukar sama yang baru. Menukar suatu hal yang keliru sama yang betul, atau buruk jadi lebih baik tidak memunculkan kegelisahan, tinggal bagaimana kita menerangkan ke warga.�

Literatur Penuh

Berkaca pada barisan Paedia di Amerika Serikat yang populer dengan Silabus Pengajaran Humanistiknya. Mereka meningkatkan kurikulum fokus pada pembangunan karakter-sifat kemanusiaan. Kurikulum yang begitu akan kekal selama hidup. Dasar pertimbangan dalam peningkatan kurikulumnya ialah penglihatan jika semua mata pelajaran penyumbang pembangunan karakter-sifat kemanusiaan. Sebagai contoh, mata pelajaran Matematika memberi gizi pada pertimbangan manusia berkaitan dengan kedisiplinan, keteguhan, perubahan nalar dari simpel sampai kompleks, kejelasan, universalitas, abstraksi, ekonomis, dan keanggunan (kesejajaran, keberagaman, irama, dan kesinambungan). Piranti-perangkat pertimbangan yang lain disembahkan oleh matematika, diantaranya: beberapa ide lambang, peranan, alih bentuk, dan pembuktian. Matematika memberikan kepuasan estetik atas kesuksesan pemakaian pemikiran untuk singkirkan ketidaktahuan, ketidakjelasan, subjektivitas, dan emosi. Dibalik gagasan pembuktian matematis ada aksioma yang di turunkan dari premis-premis yang tidak terpungkiri. Pengetahuan ini benar-benar berguna dalam penuntasan bermacam masalah kehidupan setiap hari, terhitung untuk ungkap kebenaran dalam beberapa kasus sulit hingga benar-benar menolong kita untuk mendapati keadilan dan kebenaran sejati (Adler, 2009:61-131).

Pelajaran bahasa latih dan mengkondisikan supaya kita betul-betul literat pada bermacam poin utama di kehidupan. Bahasa jadi alat yang tidak terpindahkan untuk capai kehidupan yang sepenuhnya, kehidupan yang tidak stop belajar. Melalui evaluasi bahasa kita latih kesensitifan dalam dengar, bicara, membaca, dan menulis untuk capai literatur penuh. Bahasa sebagai alat untuk membuat, membuat, menilai, dan menghargai pertimbangan dan hati kita. Kekuatan bahasa bisa juga membenahi, menjernihkan, menyambungkan, memisah jalinan, dan menyambungkan kembali pertimbangan dan hati.

Membaca dengan literatur penuh akan membawa kita untuk pahami beberapa pesan kepribadian atas sesuatu yang kita baca. Sebagai guru dan orangtua, kita harus cermat membaca saat siswa bicara. Saat sebelum kita memberi respon perkataan dan sikap mereka, kita harus membaca dengan jeli apa yang mereka ungkap atau kerjakan.

Pengetahuan Alam atau IPA menolong kita untuk lakukan penelusuran cari keterangan logis atas peristiwa alam. Proses ini selalu berjalan di sejauh kehidupan. Lewat IPA kita mengenal dengan istilah pengetahuan murni dan pengetahuan aplikasi. Pengetahuan murni menyumbang kekuatan untuk memperoleh pengetahuan mengenai susunan dan operasi komponen-komponen semesta alam. Penelusuran ini ditujukan untuk mendapatkan kebenaran yang dapat ditunjukkan ke seluruh orang. Ini akan kukuhkan jika ilmu dan pengetahuan berguna untuk kehidupan. Pengetahuan aplikasi memakai pengetahuan murni dan mengendalikan pemanfaatanya, menyesuaikan secara tehnis dan ekonomis, pada kondisi ini kita tertolong oleh kedatangan bermacam tehnologi hingga berasa sekali jika ilmu dan pengetahuan yang kita dapatkan untuk mempermudah kehidupan. Pada awal umur sekolah, khususnya di 3 tahun pertama belajar IPA, khotbah harus minimum, beberapa fenomena dapat diperlihatkan ke anak supaya mereka kagum dan �larut� dalam belajar mempertajam dan memperbesar kekuatan diri.

Pengubahan atau pembaruan kurikulum ialah suatu hal yang lumrah karena kurikulum menempel pada kehidupan manusia yang paling aktif, yang paling penting ialah kerjasama seluruh pihak dalam memberi servis terbaik untuk tiap peserta didik.

Pengetahuan sosial atau IPS berperanan dalam menyiapkan beberapa siswa menjadi anggota warga. Tiap kita harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai beberapa fungsi warga, bagaimana merajut jalinan sosial antara kita, jalinan negara kita dengan negara lain, dan bagaimana manusia memengaruhi dunia atau alam yang mereka huni, bagaimana mengurus sumber daya untuk kesejahteraan periode panjang, bagaimana membuat kerukunan hidup dalam keanekaragaman. Dalam masalah ini evaluasi IPS harus dihubungkan dengan pengetahuan alam dan ilmu-ilmu humaniora yang lain.

Sebagai penutup, bisa ditekankan jika pengamanan hari esok anak didik lebih khusus dibanding bermacam kebutuhan yang ada dibalik sebuah peraturan kurikulum. Kurikulum, apa saja keadaannya tidak punya pengaruh apa-apa tanpa kesungguhan, ketulusan, dan loyalitas beberapa pengajar dalam menerapkannya. Karena itu, silahkan kita bersama memprioritaskan servis ke anak didik, jangan dibiarkan mereka kecapekan menanti juluran tangan dan ketulusan hati kita. Mudah-mudahan! (*)

Source : https://www.perangkatguruku.com/

Top comments (0)