DEV Community

Nandan Ramdani
Nandan Ramdani

Posted on

Jenis-Jenis Aplikasi dan Arsitekturnya

Di dunia pengembangan perangkat lunak, aplikasi tidak dibuat dengan satu cara saja. Arsitektur aplikasi sangat menentukan skalabilitas, fleksibilitas, dan kemudahan pemeliharaan. Berikut adalah beberapa jenis aplikasi dan arsitektur yang umum digunakan:


1. Monolitik / Full Server

Aplikasi monolitik adalah model klasik di mana semua logika baik backend maupun frontend dijalankan dari satu server.

Contoh: aplikasi web lama berbasis PHP atau Java EE.

Kelebihan:

  • Implementasi sederhana, cocok untuk tim kecil.
  • Mudah deploy karena semuanya ada dalam satu paket.

Kekurangan:

  • Sulit diskalakan, karena perubahan kecil bisa memengaruhi seluruh sistem.
  • Pemeliharaan dan pengembangan tim besar menjadi kompleks.

2. Client-Server Berbasis API

Model ini memisahkan frontend (client) dan backend (server). Frontend berkomunikasi dengan backend melalui API, baik REST maupun GraphQL.

Contoh: aplikasi React atau Vue yang mengambil data dari server Node.js atau Django.

Kelebihan:

  • Frontend dan backend dapat dikembangkan secara independen.
  • Lebih fleksibel untuk aplikasi modern.

Kekurangan:

  • Membutuhkan pengelolaan API yang baik.
  • Sedikit lebih kompleks dibanding monolitik.

3. Microservices

Aplikasi berbasis microservices dibagi menjadi service-service kecil yang independen, masing-masing menangani fungsi tertentu. Service ini saling berkomunikasi melalui API.

Contoh: aplikasi e-commerce dengan service terpisah untuk user, order, payment, dan inventory.

Kelebihan:

  • Mudah diskalakan per service.
  • Cocok untuk tim besar yang bekerja secara paralel.

Kekurangan:

  • Kompleksitas tinggi dalam deployment, monitoring, dan komunikasi antar service.

4. Serverless / Function as a Service (FaaS)

Serverless memungkinkan developer fokus pada logika aplikasi tanpa mengelola server. Fungsi-fungsi kecil dijalankan di cloud sesuai kebutuhan.

Contoh: AWS Lambda, Google Cloud Functions.

Kelebihan:

  • Hemat biaya karena hanya membayar saat fungsi dijalankan.
  • Otomatis scalable.

Kekurangan:

  • Debugging dan testing lebih sulit.
  • Tidak cocok untuk proses yang berjalan lama atau stateful.

5. Progressive Web App (PWA)

PWA adalah aplikasi web yang berperilaku seperti aplikasi native. Bisa offline, menerima push notification, dan dapat diinstal di device.

Kelebihan:

  • User experience mendekati aplikasi native.
  • Tidak perlu install lewat app store.

Kekurangan:

  • Masih bergantung pada browser dan kemampuan device.

6. Desktop dan Native Mobile Apps

Beberapa aplikasi dijalankan langsung di device.

Desktop: Windows, Mac, Linux (misal: Electron, .NET).
Mobile: Android/iOS (native atau cross-platform seperti Flutter dan React Native).

Kelebihan:

  • Bisa memanfaatkan fitur device secara maksimal.
  • Kinerja lebih cepat dibanding aplikasi web.

Kekurangan:

  • Proses distribusi dan update lebih kompleks.
  • Bisa memerlukan backend terpisah untuk sinkronisasi data.

Kesimpulan

Secara garis besar, evolusi arsitektur aplikasi dapat digambarkan seperti ini:

Monolitik → Client-Server/API → Microservices → Serverless

Pemilihan arsitektur tergantung pada skala aplikasi, jumlah pengguna, dan kebutuhan tim pengembang. Memahami jenis-jenis arsitektur ini membantu developer membuat keputusan yang tepat agar aplikasi tetap scalable, fleksibel, dan mudah dikelola.

Top comments (0)